Puasa Di Bulan Sya'ban
Bulan Sya’ban memiliki beberapa keutamaan di antaranya bulan tersebut
adalah persiapan menjelang puasa Ramadhan. Di antara amalan yang utama
di bulan ini adalah melakukan puasa sunnah Sya’ban. Yang dianjurkan
adalah memperbanyak puasa pada bulan tersebut dan harinya pun bebas
memilih sesuai kemampuan.
Keutamaan Bulan Sya’ban
Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah,
aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya
selain di bulan Sya’ban”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ
وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ
فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di
antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan
dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh
karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits di atas
terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat
manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.” (Lathoif Al Ma’arif, 235)
Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban
Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa. Bahkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ
لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ
رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai
kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami
katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama
sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara
sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah
melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan
Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا
أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada
satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,
أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa
sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan
berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?
Asy Syaukani mengatakan, “Riwayat-riwayat ini bisa dikompromikan
dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu”
(seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya,
sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau
mengatakan bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada
kebanyakan hari dalam satu bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh
bulan.” (Nailul Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah berpuasa di mayoritas harinya.
Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan Sya’ban?
An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)
Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak
berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat
ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana
shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia
mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa
Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa
Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa
menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)
Hikmah di Balik Puasa Sya’ban
1. Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka
sudah terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan
Harom) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkalah
manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa ketika itu.
Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang-orang yang begitu
lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di pasar-, maka dzikir ketika
itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh mengatakan, “Sesungguhnya
Allah tertawa melihat orang yang masih sempat berdzikir di pasar.
Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang lalai dari
mengingat Allah.”
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap
bulannya sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut
hingga beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban. Jadi beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-bulan sebelumnya beliau tidak
melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu.
Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan
Ramadhan berikutnya.
3. Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan
sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa
sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat
untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 234-243)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى
أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ،
وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا
وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ،
وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah
mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia
gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia
gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan
untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk
berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya
dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”
(HR. Bukhari no. 2506). Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah
(mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi
petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga
akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya
(terkabulnya) do’a. (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)
Bagi yang ingin menjalankan puasa Sya’ban tidak perlu mengkhususkan
hari tertentu. Puasanya bebas kapan pun, sesuai hari yang kita mampu.
0 komentar: